CUCAK RAWA – STRAW HEADED BULBUL - PYCNONOTUS ZEYLANICUS
Suatu anugerah tersendiri bagi kita bahwa saat ini telah
banyak cuca rawa hasil penangkaran di pasaran sehingga meminimalisir
kesulitan pemeliharaan Cucak Rawa ini. Namun demikian dari manapun burung kita
berasal (hasil alam ataupun tangkaran) memiliki tingkat kesulitannya
masing-masing. Besar harapan saya, melalui tulisan yang telah saya buat ini,
para penggemar Cucak Rawa mendapatkan informasi yang tepat guna pemeliharaan
dan perawatan burung ini secara baik dan benar. Di sisi lainnya, semoga tulisan
ini mampu memacu para penggemar yang pada awalnya hanya sekedar hobby
mendengarkan kicauannya untuk turut melestarikan burung ini melalui upaya
membudayakan #STOP MEMELIHARA BURUNG CUCAK RAWA TANGKAPAN DARI ALAM#
syukur-syukur bila kemudian mau membudidayakan/menangkarkan burung jenis ini
karena selain sebagai salah satu upaya untuk mendukung pelestarian alam,
menangkar Cucak Rawa memiliki Prospek yang cerah kedepannya.
Tulisan ini berawal dari pengalaman pribadi, interview,
buku, web maupun pengamatan. Untuk lebih menyempurnakan isinya, saya selaku
penulis mengharapkan kritik serta saran dari para pakar, ahli maupun penggemar
yang lebih berpengalaman dalam memelihara dan merawat cucakrawa. Kritik dan
saran bisa dikirim via PM, Posting di Thread ini, SMS Maupun Telephone, yang
nantinya kritik/saran tersebut akan saya masukkan/sisipkan/tuangkan kedalam
tulisan ini (update). Terima Kasih.
Gambaran dan Penjelasan.
Cucak Rawa dikenal umum sebagai cucakrawa, cangkurawah
(Sunda), dan barau-barau (Melayu). Dalam bahasa Inggris disebut Straw-headed
Bulbul, mengacu pada warna kepalanya yang kuning-jerami pucat. Nama ilmiahnya
adalah Pycnonotus zeylanicus (Gmelin, 1789). Cucak Rawa tergolong sebagai
burung yang berukuran sedang, panjang tubuh totalnya (diukur dari ujung paruh
hingga ujung ekor) sekitar 28 cm.
Jantan dan betina berwarna serupa, bulu mahkota (sisi atas
kepala) dan penutup telinga berwarna jingga atau kuning jerami pucat, bulu
strip malar di sisi dagu dan garis kekang yang melintasi mata berwarna hitam.
Bulupunggung berwarna coklat zaitun bercoret-coret putih, sayap dan ekor
kehijauan atau hijau coklat zaitun. Bulu dagu dan tenggorokan berwarna putih
atau semu putih, bulu leher dan dada berwarna abu-abu bercoret putih. Bulu
perut berwarna abu-abu, dan bulu pantat berwarna kuning. Iris mata berwarna
kemerahan, paruh berwarna hitam, dan warna kaki coklat gelap. Disetiap asal
usulnya ada perbedaan warna mulai dari sumatra badan besar, warna kepala kuning
kecoklatan. Sebaliknya yang berasal dari kalimatan hanya berwarna kuning saja.
Burung Cucak Rawa kerap kali bermisai halus, beberapa pula dengan warna hitam
di kepala, jambul yang dapat digerak-gerakkan, atau janggut putih.
Burung Cucak Rawa atau cucak rawa merupakan salah
satu anggota suku merbah. Merbah atau disebut juga cucak-cucakan (familia
Pycnonotidae) merupakan suku burung pengicau dari Afrika dan Asia tropis.
Burung-burung ini kebanyakan memiliki suara yang merdu dan nyanyian yang
beraneka ragam, kerap kali hutan menjadi ribut oleh suaranya terutama di pagi
dan petang hari. Dalam bahasa Inggris, burung-burung ini dikenal sebagai
Bulbuls.
Merbah aslinya dalam bahasa Melayu merujuk kepada beberapa
jenis burung pengicau yang berbulu suram di semak belukar, termasuk pula
jenis-jenis burung pelanduk, tepus, bentet dan lain-lain. Di sini, untuk
kepentingan standarisasi penamaan seperti yang digunakan LIPI, merbah digunakan
terbatas untuk menyebut burung-burung dari keluarga Pycnonotidae. Selain
disebut merbah, burung-burung dari suku ini memiliki beberapa sebutan umum yang
lain seperti cucak (Jawa), tempuruk, empuruk. tempulu’, empulu’, pampulu,
empuloh (aneka bahasa Melayu di Sumatera dan Kalimantan), dan lain-lain.
penyebaran
Kebiasaan dan Penyebaran
Seperti namanya, Cucak Rawa biasa ditemukan di paya-paya dan
rawa-rawa di sekitar sungai, ataupun di tepi hutan. Cucak Rawa sering
bersembunyi di balik dedaunan dan hanya terdengar suaranya yang khas. Burung
ini senang menjelajah semak belukar dan hutan yang setengah terbuka, mereka
memetik aneka buah kecil-kecil dan memburu serangga dan sebagian lagi lebih
senang tinggal di atas pepohonan. Suaranya lebih berat dan lebih keras dari
umumnya cucak dan merbah. Siulan jernih, jelas, berirama baku yang merdu. Kerap
kali terdengar bersahut-sahutan. Di alam bebas, burung ini memangsa aneka
serangga, siput air, dan berbagai buah-buahan yang lunak seperti buah dari
jenis-jenis beringin. Burung ini sering didapati berpasangan atau berkelompok,
burung-burung ini terkadang bercampur dengan jenis yang lain. Ramai bersuara
nyaring saling memanggil.
CUCAKRAWA DAN SARANGNYA SAAT BERADA DI ALAM
Cucak Rawa membuat sarang di atas pohon atau perdu,
berbentuk cawan dari rumput, tangkai daun, atau serpihan daun, bercampur dengan
serat-serat yang lain. Telur 2-3 butir. Cucak Rawa menyebar di dataran rendah
dan perbukitan di Semenanjung Malaya, Sumatra (termasuk Nias), Kalimantan, dan
Jawa di bagian barat. Di Jawa Barat terdapat sampai ketinggian 800 m dpl.,
namun kini sudah sangat jarang akibat perburuan.
Burung Cucak Rawa hidup di hutan belantara terutama di
daerah rawa atau pada muara sungai kecil yang dangkal dan berair tenang, karena
burung ini gemar mandi dan berjemur sinar matahari di waktu pagi sambil
berkicau riang diatas dahan dan ranting yang menjorok di atas sungai. Mereka
hidup secara begerombol atau berkelompok terutama pada senja hari di menjelang
matahari tenggelam. Pada pagi hari mereka akan mandi bersama dengan berkicau
riang. Setelah puas, mereka akan terbang secara berpasangan untuk mencari
makan.
Pada saat musim kawin tiba, yaitu menjelang musim penghujan
sekitar bulan Juli sampai dengan bulan September, pasangan dewasa akan mulai
membuat sarang secara bersama-sama. Untuk menghindari gangguan dari musuh alami
atau manusia, burung ini biasanya membuat sarang pada pucuk ranting yang tinggi
atau pada ranting yang kering. Sarang biasanya dibuat dari ranting-ranting
kecil dan rumput-rumput kering, yang dibentuk menyerupai mangkok. Setelah
sarang selesai dibuat, tiba saatnya burung betina akan bertelur antara 2 sampai
4 butir, tetapi biasanya hanya 2 telur saja. Selama kurang lebih 2 minggu,
telur-telur ini akan dierami oleh induknya secara bergantian. Setelah menetas,
secara bergantian pula, induknya akan menyuapi anak-anaknya. Pada saat umur 3
bulan, anak Cucak Rawa mulai diajak keluar sarang untuk belajar terbang agar
dapat mencari makan sendiri. Telur yang berhasil menetas biasanya terdiri atas
jantan dan betina, yang selanjutnya akan menjadi pasangan induk baru. Tetapi
tidak jarang terjadi, pasangan bukan dari satu tetasan atau satu induk, tetapi
ditemukan setelah mereka dewasa.
Musuh alami burung Cucak Rawa adalah ular dan binatang hutan
lainnya. Dewasa ini, musuh Cucak Rawa yang paling berbahaya adalah manusia.
Karena nilai jualnya tinggi, berbagai cara ditempuh untuk mendapatkan
cucakrawa, baik dengan cara dijaring, dipikat, bahkan dengan cara dipancing.
Sasarannyapun bervariasi, mulai dari Cucak Rawa anakan, Cucak Rawa muda-hutan,
sampai Cucak Rawa dewasa. Bahkan telurnyapun sering diambil untuk ditetaskan.
Tindakan ini mengakibatkan populasi Cucak Rawa di habitat aslinya menurun secara
drastis, karena semata-mata untuk mengejar keuntungan dan penyaluran hobi tanpa
memperhitungkan segi-segi negatifnya. Bila hal ini tidak segera mendapatkan
perhatian, maka dapat dipastikan dalam waktu dekat jumlah Cucak Rawa akan
semakin menipis bahkan mungkin punah.
RAGAM JENIS MERBAH/CUCAK\
Di Indonesia terdapat sekitar 27 jenis, terutama
terkonsentrasi penyebarannya di Indonesia bagian barat. Hanya dua spesies yang
menyebar jauh hingga ke Sulawesi Selatan, salah satunya juga didapati di
Lombok. Namun keduanya diduga menyebar karena dibawa manusia (feral, burung
lepasan yang kemudian berbiak). Akan tetapi anehnya ada satu jenis anggota suku
ini yang menyebar terbatas (endemik) di pulau-pulau sekitar Sulawesi dan
Maluku, yakni Brinji emas (Alophoixus (Hypsipetes) affinis). Bahkan karena
hidup di wilayah kepulauan yang terisolir satu sama lain selama jutaan tahun,
spesies ini telah berkembang menjadi sembilan subspesies yang berbeda. Beberapa
contoh anggota suku merbah ini selain cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus) adalah
Cucak kuning (P. melanicterus), Cucak kutilang (P. aurigaster), Cucak gunung (P
bimaculatus), Merbah cerukcuk (P. goiavier), Merbah belukar (P. plumosus) dan
Empuloh janggut (Alophoixus bres).
Konservasi
Cucak Rawa Merupakan salah satu burung yang sangat digemari
orang sebagai burung peliharaan, karena kicauannya yang merdu. Di Jawa, burung
ini sudah sangat jauh menyusut populasinya karena perburuan yang ramai sejak
tahun '80an.
Burung-burung yang kini diperdagangkan kebanyakan berasal
dari Sumatra dan Kalimantan. Saat ini di banyak bagian Pulau Sumatra (misalnya
di Jambi, di sepanjang Batang Bungo)pun populasinya terus menyusut. Collar dkk.
(1994, dalam MacKinnon dkk. 2000) menggolongkan populasi Cucak Rawa ke dalam
status rentan. Demikian pula IUCN menyatakan bahwa burung ini berstatus Rentan
(VU, Vulnerable). Uraian status konservasi yang lebih rinci dapat dilihat pada
situs IUCN. Jika tidak ada langkah penyelamatan yang lebih baik dari sekarang,
barangkali beberapa tahun ke depan burung ini hanya akan tinggal kenangan dan
hanya tinggal disebut-sebut dalam nyanyian seperti dalam lagu Manuk cucak
rawa di Jawa.
Klang-klung-kliuk… klang–klung–kliuk” Kicauan burung Cucak
Rawa mengalun merdu. Gema suaranya yang terdengar hingga jarak 300-an meter
memecahkan keheningan di pagi hari yang sejuk. Lelah setelah pulang kerjapun
bisa hilang saat mendengar kicau burung di rumah. Bagi pencinta Cucak Rawa
memelihara burung ini dan menikmati kicauannya dapat memberi ketenteraman
batin. Apalagi, burung ini konon kabarnya menjadi klangenan para raja-raja di
Jawa dan sampai saat ini masih dianggap bisa menaikkan gengsi bagi pemiliknya.
Para penggemar fanatik Cucak Rawa biasanya mencari Cucak
Rawa yang mepunyai kicauan roppel, yaitu kicauan yang panjang-bergulung,
nadanya bervariasi, seperti ocehan dua-tiga burung yang digabung menjadi satu.
Tetapi, suara semi roppel (agak roppel) dan engkel (hanya ”klang-kling-klung”)
saja juga sudah cukup disenangi bagi sebagian kalangan.
Tingkatan Kualitas Suara Cucak Rawa.
Perlu diingat, tolok ukur tiap penggemar Cucak Rawa dalam
memandang kualitas sangatlah berbeda. Bahkan para juri kontes cucakrawa pun
memiliki pandangan yang berbeda pula dalam mengukur kualitas suara Cucak Rawa
Bila kita jeli, tiap Cucak Rawa menyenandungkan kicauan yang
berbeda. Baik dari segi tempo, irama dll. Para juri kontes punya andil yang
besar dalam menentukan kualitas suara Cucak Rawa yang kemudian menyebar melalui
para penggemar dari mulut ke mulut untuk kemudian pula akhirnya menjadi style
atau trend suara Cucak Rawa.
Berikut tingkatan suara Cucak Rawa :
a. Gedongan
Adalah kualitas yang menempati grade terendah. Disebut
gedongan atau ngingklung (berasal dari kata ngelingkung/lingkungan) karena
sudah tidak seperti umumnya Cucak Rawa yang harus memiliki suara
alam/hutan/murni. Jadi terkesan seperti kicauan yang umum/sering kita jumpai.
Biasanya Cucak Rawa gedongan ini hanya sebagai pajangan saja (sebagai penanda
status sosial) sehingga perawatannya kurang baik dan kurang terperhatikan.
sedangkan suaranya sudah sangat terkontaminasi lingkungan sekitarnya. Mulai
dari menirukan suara burung jenis lain, ataupun suara-suara yang sering
terdengar di lingkungannya. Kicauannya lambat dan kurang jernih serta jarang
terdengar kicauannya. Biasanya burung gedongan ini adalah burung betina yang
kurang terperhatikan rawatannya.
b. Engkel
Disebut juga ngengkel, secara kualitas lebih baik dari
gedongan karena masih tetap memiliki suara khas Cucak Rawa, namun suaranya
kurang tebal, mengambang atau kurang memiliki tekanan suara dalam, lambat
temponya. Peningkatan kualitas jenis suara ini hanya bisa sampai tahap engkel
panjang. Biasanya suara ini lebih banyak dimiliki oleh Cucak Rawa jantan asal
kalimantan yang salah perawatan.
c. Engkel panjang/engkel ngelagu
Sebenarnya kualitasnya sudah tergolong sukup baik. Cucak rawa ini
rajin berkicau, namun seringkali hanya menonjolkan variasi-variasi panjangnya
saja dan jarang berkicau dengan irama yang cepat. Biasanya dimiliki oleh Cucak
Rawa jantan asal medan, sumsel dan jambi yang salah perawatan.
d. Semi Roppel/Semi Rovel
Kecepatan suaranya lebih sering terdengar, namun masih
terdapat celah/selah atau jarak antar variasinya masih ada lubang. Selah pada
lubang tersebut ada kemungkinan terisi suara burung Cucak Rawa yang lain.
Sehingga mengesankan berpasangan.
Cucak Rawa asal sumsel, jambi dan aceh yang perawatannya
baik dapat mencapai kualitas ini
e. double slah (dari asal kata celah) (istilah/trend
baru)
Istilah ini kurang populer dan dapat dikatakan baru.
Tingkatan suara ini tergolong baik, speednya dibawakan lebih sering akan tetapi
masih terdapat celah yang memungkinkan suara Cucak Rawa lain mengikutinya.
Biasanya, suara ini dimiliki Cucakrawa jantan asal lampung,
sumsel dan jambi. Juga banyak dimiliki Cucak Rawa betina sal medan namun dlam
tempo yang sedikit lambat.
f. Roppel/rovel/ngropel
Istilah roppel/rovel/ngropel istilah asalnya belum jelas,
mungkin bisa diambil dari istilah rope/tali atau roll yang berarti bergulung.
Suara jenis ini memang bercirikan suara yang panjang dan bergulung-gulung
seakan tidak memiliki jarak, tidak ada celah/slah diantara tiap untaian
iramanya serta terdengar bervolume besar dan keras.
Suara ini banyak dimiliki oleh cucak rawa asal medan
dan Cucak Rawa jantan asal lampung.
Cucak Rawa betina roppel umumnya lebih berkualitas bila
dibandingkan dengan jantan. Hal ini disebabkan Cucak Rawa betina akan
meropelkan secara murni sementara jantan walaupun ropel, namun masih mau mengicaukan
suara jenis lain sehingga nadanya terdengar kurang murni.
Adapun kelemahan Cucak Rawa betina kurang rajin berkicau
bila dibandingkan dengan yang jantan. Terlebih bilamana yang jantan ini
terpancing oleh suara burung pendampingnya, Cucak Rawa lain ataupun dalam
kondisi birahi.
Membeli Cucak Rawa, khususnya yang masih bakalan perlu extra
hati-hati, terlebih bagi seorang penggemar pemula.
Secara umum memilih burung adalah pada prinsipnya adalah
sama, apakah anakan itu berasal dari muda hutan maupun dari hasil breeding,
sebab dipasaran keduanya selalu ada. Keduanya memiliki keuntungdan dan kerugian
tersendiri, biasanya kalo dari muda hutan relatif lebih sulit dijinakkan, akan
tetapi terkadang memiliki suara yang asli bawaan dari lingkungan di habitatnya,
sedangkan kalo dari hasil breeding biasanya lebih mudah jinak akan tetapi
terkadang tidak memiliki suara khas yang ada bila kita tidak melakukan
pemasteran yang baik. Tetapi sebaiknya pemilihan bakalan yang baik adalah
bakalan yang di dapat dari hutan yang memang masih liar dengan harapan akan
mendapatkan kualitas suara yang bagus serta memiliki kecenderungan yang roppel,
tentu saja hal tersebut haruslah di barengi dengan perawatan yang baik, sabar
serta telaten.
Macam-Macam bakalan.
Yang tersedia di pasaran terbagi 2 golongan besar, yaitu tangkapan
liar dan hasil penangkaran. Perbedannya terletak pada :
1. Cucak Rawa Tangkapan Liar
Merupakan tangkapan dari alam bebas, dibagi dalam 3 golongan
:
ANAKAN CUCAK RAWA]
a. Cucak Rawa anakan
umumnya manja dan makannya masih disuapi. Kalau melihat
orang biasanya menggetarkan sayapnya serta mebuka mulut minta disuapi.
Ada anggapan bahwa anakan tangkapan liar ini lebih baik
dibandingkan hasil penangkaran. Pendapat ini tidak mutlak benar. Kualitas suara
kelak akan lebih dipengaruhi oleh prawatan yang baik (asupan gizi dan
Pemasteran)
b. Cucak Rawa Muda Hutan
Cucak Rawa muda/remaja dari hasil tangkapan liar disebut
sebagai Cucak Rawa muda hutan.
Ciri-cirinya sebagai berikut :
1) warna kepala baian atas keputih-putihan
2) paruh berwarna ke abu-abuan
3) mata berwarna hitam keabu-abuan *dewasa mulai usia 7
bulan mulai berwarna merah atau kemerah-merahan*
4) kaki warna hitam keabu-abuan
c. Cucak Rawa Dewasa
tergolong sukar dijinakkan, liar dan sulit beradaptasi
dengan lingkungan barunya. Secara umum bulu Cucak Rawa dewasa terlihat kasar
dan cenderung lebih cerah.
Kebanyakan amanakala dipelihara akan banyak masalah hal ini
lebih disebabkan karena cara perawatan yang kurang tepat serta dari karakter
burung itu sendiri. Tidak jarang pula kondisi fisiknya rusak, terutama bulu
ekor patah, tumbuh tidak sempurna, dan bahkan tidak jarang pula yang bulu
ekornya sulit tumbuh kembali. *lazimnya disebut sebagai kasus tabrak ekor*
2. Cucak Rawa Tangkaran
2. Cucak Rawa Tangkaran
Tetap dibagi dalam 3 fase diatas, namun Cucak Rawa hasil
tangkaran lebih jinak dan cenderung lebih mudah dibentuk karakternya. Hal ini
tidaklah mengherankan karena Cucak Rawa hasil tangkaran ini sudah biasa hidup
berdampingan dengan manusia.
Mencirikan bakalan Cucak Rawa yang baik
1. teliti kesehatannya
Hal ini sangat penting mengingat burung tangkapan alam
didatangkan dari jauh (luar Jawa)
Ciri-ciri yang sehat :
1) burung aktif bergerak
2) makan dengan lahap
3) tidak ada luka/bekas luka di badannya, terutama mata,
paruh, kaki dan pada bagian bawah sayap (pangkal paha, Pangkal Sayap) serta
punggung.
4) Sayap mengepit rapat
5) Tidak ngeruji/menabrakkan kepala ke jeruji sangkar
Ciri-ciri yang kurang sehat
Kebalikan dari burung yang sehat serta :
1) tidak mau bertengger di tangkringan
2) bulu burung mengembang
2. kemampuan berkicau
Kemampuan burung untuk berkicau tidaklah sama. Berdasarkan
bentuk paruhnya dan kokokrannya, kita dapat mengukur kualitas suaranya. Namun
hal ini tidak mutlak bilamana tidak disertai dengan perawatan yang baik.
Karena ada pula bakalan yang secara sisi ciri-ciri kurang
baik, namun dengan adanya perawatan yg baik dapat diandalkan kicauannya.
a. mengukur dari kokrookan
kokrokan adalah ciri khas Cucak Rawa. Setiap melompat,
bergerak atau menghindari sesuatu, dia akan menyuarakan kokrokan ini. kokrokan
yang besar, keras dan rajin adalah ciri-ciri bakalan yang baik.
b. bentuk paruh
paruh pada setiapkicauan dapat menjadi tolok ukur kerajinan
dan ketajaman suaranya. Demikian halnya pula dengan Cucak Rawa
1) paruh panjang, tidak terlalu tebal memiliki ketajaman
suara yang baik dan rajin berkicau
2) paruh panjang dan agak tebal memiliki suara keras dan
berat namun kurang lepas dan terkesan tertahan
3) paruh pendek dan agak tebal biasanya kurang rajin
berkicau tetapi suaranya tebal
4) paruh pendek tipis kurang rajin berkicau dan tipis
suaranya
cara yang benar membawa Cucak Rawa
alat yang paling baik adalah besek atau kardus yang sudah
dilubangi. sebelum dikemas, 2 atau 3 hari sebelum perjalanan sebaiknya
diberikan obat anti stress yang banyak tersedia di pasaran. Jauhkan dari mesin
mobil maupun AC. 1 kotak/besek adalah untuk 1 burung.
Setelah sampai tujuan, masukkan sangkar dan gantungkan
sangkar di tempat teduh serta jauh dari gangguan, ataupun juga bisa dengan
meletakkan sangkarnya diatas rerumputan. Bilamana memungkinkan, segera berikan
makanan alami agar kondisinya segera pulih kembali.
Asal muasal Cucak Rawa memang selalu menjadi polemik, dalam
artian bahwa orang cenderung mengatakan Cucak Rawa Medan adalah bagus, tetapi
kita tidak seharusnya berkiblat pada hal tersebut. Sebab pada kenyataannya
bukan asal-muasal yang berpengaruh tetapi memang dasar suara yang dimilikinya
bagus atau tidak, maka seharusnya dengan dasar suara inilah kita seharusnya
bepedoman untuk menentukan bahwa Cucak Rawa itu berkualitas atau tidaknya.
Secara umum tidak ada perbedaan volume, mental dan jenis suara yang didasarkan
oleh asal daerah/habitat. Cucak Rawa Sumatera dan Kalimantan ada yang bermental
bagus volume dahsyat, ada yang bersuara tipis, ada yang ropel dan ada yang
bersuara biasa saja. Secara fisik, Cucak Rawa daerah sumatera relatif lebih
besar ketimbang dari pulau lain. Meski demikian, secara umum bodi Cucak Rawa di
Kalimantan yang masuk wilayah Malaysia, bertubuh bongsor seperti Cucak Rawa
Sumatera.
Sebagai sedikit ilustrasi maka ciri fisik yang bagus
adalah :
1. Bentuk kepala agak bulat dan besar, dahi menonjol.
2. Paruh, panjang, tebal dan kuat.
3. Lubang hidung tidak lebar, terlihat kecil karena tertutup
atau terlindung bulu hidung.
4. Leher panjang dan pangkal leher agak mengembang.
5. Dada bidang,punggung agak bongkok.
6. Tulang paha kiri dan kanan agak merapat.
7. Jari kaki kuat dan panjang, cengkraman sempurna.
8. Badan berukuran besar dan panjang.
9. Bulu sayap panjang, bulu dada terlihat lembut dan tampak
mengkilap.
10. Bulu ekor panjang dan mengumpul, makin ke ujung makin
runcing dan mengecil.
Catatan :
Ilustrasi di atas di dapat dari proses pembandingan antara
Cucak Rawa yang bagus dan Cucak Rawa biasa, jadi bila kita tidak pernah melihat
Cucak Rawa yang bagus, tentulah sangat sulit bagi kita untuk menerapkan hal
tersebut.
Tinjauan Secara Umum jenis-jenis cucak rawa Berdasarkan
Daerah Asal/penyebarannya
Suara kicauan Cucak Rawa yang berkualitas memiliki beberapa
kriteria, salah satu syarat tersebut terletak pada kemurnian suaranya. Ibarat
benda seni, keorisinilannyalah yang memiliki nilai jual yang tinggi. Hal yang
perlu diperhatikan, Cucak Rawa memiliki kemampuan untuk menirukan suara-suara
tertentu, termasuk kicauan burung yang lainnya. Oleh karenanya, jangan
memelihara burung yang suaranya bisa ditirukan oleh Cucak Rawa. Perawatan Cucak
Rawa yang baik dapat memperpanjang usianya namun seiring usia Cucak Rawa yang
bertambah (diatas 10 tahun) maka secara berangsur-angsur pula daya tahan tubuh
serta kicauannya akan menurun kualitasnya. Namun jangan kuatir, hal tersebut
diatas dapat dihambat dengan pemberian makanan yang variatif serta perawatan
yang baik.
Selama ini, Cucak Rawa yang berasal dari medan lebih populer
dibandingkan dengan Cucak Rawa yang berasal dari daerah lain. Hal ini
disebabkan karena sejak dahulu Cucak Rawa asal medan ini yang selalu membanjiri
pasaran.dalam banyak hal, Cucak Rawa asal medan dapat dikatakan lebih baik,
namun kecepatan suaranya masih kalah bila dibanding dengan Cucak Rawa asal
daerah lain, terutama yang berasal dari lampung dan sumatera selatan. Hal ini
masih belum begitu dipahami oleh kebanyakan para penggemar Cucak Rawa.
Bila ditinjau dari segi alam, maka, Iklim, kesuburan tanah,
ketinggian dari permukaan laut serta vegetasi di negara kita sangat beraneka
ragam. Perbedaan-perbedaan inilah yang dapat menyebabkan perbedaan ukuran
fisik, warna bulu maupun kualitas suara Cucak Rawa. demikian halnya, selain
karakter bawaan dari burung, pola perawatan turut berperan dalam menentukan
kulitas Cucak Rawa Ini Kelak. Ada satu catatan, makanan alami yang tiap hari
dikonsumsi oleh Cucak Rawa dapat berefek pula terhadap kualitas suaranya.
Mengukur kualitas suara kicauan bukanlah suatu
perkara mudah, karena ukuran/kriterianya akan berbeda pada tiaporang/kembali ke
selera masing-masing. Sebagai salah satu contoh, murai batu asal medan lebih
mengandalkan volume dan variasi dalam berkicau. Sedangkan Murai Batu Asal
Lampung Lebih Mengandalkan speed atau kecepatan serta gayanya yang atraktif.
Demikian halnya pula dengan Cucak Rawa, ada yang bagus di volume, variasi,
speed/kecepatannya
Harga Cucak Rawa BAHAN Rp. 4.000.000.00
0 komentar:
Posting Komentar